Pelajaran dari Politik Mesir


1. Hati-Hati dengan Kekuatan Hijau.
Proses Pemilihan Umum di Mesir terus berjalan, pada tahapan pertama diketahui bahwa 40 % suara diambil oleh Partai Kebebasan dan Keadilan bentukannya Ikhwanul Muslimun. Banyak prengamat yang mengatakan hasil ini tak akan banyak berubah sampai akhir dari proses demokrasi ini. Permasalahan yang terus menggelayut adalah kekuatan militer yang masih memegang kekuasaan dan masih sangat kuat di Mesir, hal ini ditambah juga dengan kepentingan Amerika dan Israel yang sangat besar terhapa Mesir. Penguasa sementara Mesir, Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) telah melnggar janjinya menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil dalam waktu ean bulandan seraya menunjukkan ambisi untuk tetap berada dibalik kekuasaan,. SCAF mengatakan akan menyerahkan kekuasaan pada Juli 2012 kepada presiden sipil yang terpilih lewat pemilu. Kewaspadaan harus tetap terjaga, karena segala kemungkinan bisa saja terjadi dalam masa kritis proses pemilu yang panjang di Mesir. Dengan pertimbangan ini akan sangat memungkinkan bisa saja hasil demokrasi ini akan ternodai, seperti dalam sejarah FIS di Aljazair, yang mana kemenangan mereka dalam Pemilu dianulir secara sepihak oleh militer. Hal ini tentunya perlu strategi dan komunikasi tingkat tinggi sehingga proses ini bisa berjalan dengan adil. Hati-hatilah dengan kekuatan militer, begitupula di Indonesia.

2. Dinamisasi Gerakan Dakwah
Pemilu di Mesir tahun 2011 ini diikuti banyak sekali partai. Salah satunya adalah Partai An Nour, yang dibentuk oleh gerakan Salafy. Hal ini sangat mengejutkan dalam dunia gerakan dakwah internasional, karena secara umum diketahui bahwa gerakan salafy tidak pernah bersentuhan dengan yang namanya politik dan apalgi dengan yang disebut dengan demokrasi dan pemilu. Ijttihad ini diambil oleh salafy mesir dengan semua konsekwensi lain mereka harus tunduk dengan peraturan yang ada. Hasil ijtihad ini sudah sangat mengejutkan, ditambah lagi dengan hasil pemilu tahap pertama yang lebih mengejutkan dimana partai salafy ini mampu merih 25% suara. Tentunya ini merupakan pelajaran penting buat gerakan dakwah, tentang sebuah dinamika. Bahkan ada informasi lain bahwa ternyata Hizbut Tahrir Mesir pada awalnya juga ingin mengajukan diri sebagai partai politik peserta pemilu, namun ditolak karena tidak mampu melengkapi persyaratan administrasi (5000 tanda tangan).

3. Koalisi Rapuh, Rentan Provokasi
Peta politik Mesir paling tidak diwarnai beberapa eleman : kelompok Islamis (Ikhwanul Muslimin, Salafy dll), kelompok liberal sekuler, Militer (Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF), dan kelompok minoritas (Kristen dll). Pasca Pemilu Putaran pertama dan Kedua, posisi Partai Kebebasan dan Keadilan (Ikhwan) masih unggul jauh sekitar 40%, di susul Partai An Nour 25%, dan partai-partai sekuler liberal yang hanya sekitar 12%. Hasil pemilu ini nantinya akan menjadi pelajaran sejarah bagi dunia politik Islam, ikhwan akan mencatat sejarah kalau bisa melalui tahapan-tahapan kritis dari proses demokrasi ini. Salah satunya adalah membangun koalisi pasca kemenangan, tidak ada yang bisa membangun sebuah bangsa dengan hanya satu golongan, pastilah dibutuhkan dukungan dari golongan-golongan lain demi berjalan lancarnya program-program pemerintahan, disinilah letak pentingnya sebuah koalisi demi stabilitas politik dan ekonomi. Ikhwan sebagai pemenang mayoritas tentunya akan menjadi penentu bangunan koalisi yang akan dibangun.
Kalau ikhwan membangun koalisi dengan Partai An Nour (salafy) maka secara fikrah mungkin lebih sejalan karena sama-sama berbasis ideology Islam, Dalam permasalahan dan isu yang bersifat ushul dan universal maka akan banyak ketemunya, salah satunya nanti dalam konteks pembuatan konstitusi dan masuknya nilai-nilai Islam kedalamnya, namun tentunya akan banyak perbedaan fiqh dan ijtihad dalam masalah teknis penerapan syari’at. Salafy akan lebih tegas dalam masalah pariwisata, perempuan, hiburan, yang notabene akan banyak meninbulkan spekulasi dan ketakutan dari kalangan masyarakat khususnya kalangan sekuler dan liberal. Kalangan salafy paling tidak hamir mirip dengan kebijakan thaliban di afghannistan, dan kebijakan ini tidak sejalan dengan kebijakan ikhwan yang pada saat ini lebih mengutamakan kepada mengembalikan keadaan ekonomi yang tidak stabil, memberantas korupsi, masalah kemiskinan dan pengangguran yang meningkat pasca revolusi, serta tingginya angka buta hurup di Mesir
Ikhwan telah membangun aliansi strategis dengan kalangan Sekuler dan Liberal. Kalangan sekuler dan Liberal merupakan salah satu penggerak yang revolusioner dan sangat anti dengan rezim Mubarak dan kroni-kroninya, hal ini sangat sejalan dengan ikhwan yang ingin membangun pemerintahan baru yang bebas dari rongrongan rezim lama. Tapi dalam kebijakan yang lain juga akan banyak yang berbeda, dasar pemahaman tentang Islam yang berbeda tentunya juga akan membawa piliha yang juga berbeda, agenda politk yang berbeda juga akan membawa saling curiga antar kawan koalisi nantinya. Kekuatan sekuler dan liberal lah yang menjadi poros aksi ke dua di lapangan tahrir, yang menuntut militer untuk menyerahkan kekuasaan kepada sipil, hal ini dilakukan karena secara hitungan politik mereka tak akan bisa menang lewat pemilu.
Dengan entitas kaum minoritas (Kristen dll) ikhwan juga terus menjalin komunikasi, ikhwan ingin memastikan bahwa dengan kemenangan kalangan islam dalam pemilu mesir jangan ada ketakutan dan kerasahan di kalangan minoritas, bahkan mursyid ‘amm ikhwan memberikan pernyataan bahwa hak-hak mereka akan dijamin. Dan tentunya pernyataan ini disambut gembira oleh kalangan minoritas.
Semuanya akan mempunyai resiko masing-masing, semuanya bisa rapuh bahkan sangat rapuh di waktu awal. Ikhwan memiliki tantangan besar dalam membangun koalisi ini, dan militer akan mengawasi dan mungkin akan mengambil kesemptan untuk melakukan intervensi sebagai argument pembenaran. Apalagi kalau kekuatan barat, Amerika, Erofa ataupun juga Israel ikut campur dalam agenda rahasia mereka di Mesir. Kita lihat saja nanti.

4. Agenda Prioritas
Mengembalikan keadaan ekonomi, menjaga stabilitas poliik, meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomil, mengembalikan tingkat kunjungan wisatawan, memberantas korupsi, masalah kemiskinan dan pengangguran yang meningkat pasca revolusi, serta tingginya angka buta hurup di Mesir merupakan agenda prioritas saat ini. Ikhwan tidak akan tergesa-gesa dengan menyentuh isu-isu yang akan menjadi perdebatan dan membuka peluang perpecahan, seperti isu penerapan wajib jilbab, pelarangan alcohol, penutupan tempat hiburan malam dll. Ini tentunya menjadi tantangan besar bagi kekuatan besar politik Islam di Mesir untuk bisa menjawab kesempatan dan peluang kepemimpinan yang ada, apakah mereka bisa memberikan kesejahteraan dan keadilan buat rakyat Mesir

5. Menjaga Basis Massa dengan Sambil Merayap
Ikhwan merupakan organisasi terlarang di Mesir sampai jatuhnya rezim Mubarak, hal ini serupa dengan FIS di Aljazair, bahkan FIS beserta aktifisnya masih dilarang aktif dalam perpolitikan di Aljazair sampai sekarang, padahal dalam waktu dekat Aljazair akan mengadakan pemilu dan banyak harapan besar kekuatan Islam juga bangkit disana. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (Ikhwan) dengan perolehan sekitar 40% (tahap pertama dan kedua) tentunya bukan tanpa ada asal usulnya. Perolehan ini merupakan hasil kerja keras, bagaimana menjaga basis massa walaupun dengan kondisi yang sangat sempit, aktifitas dibatasi, diawasi bahkan ditekan dan juga organisasi induk dilarang. Puluhan tahun harus merayap dan membangun gerakan bawah tanah tentunya merupakan tantangan yang sangat sulit, dan hari ini kita melihat hasil kerja mereka. Mereka bergerak di bidang social, pendidikan, kesehatan (rumah sakit), keseniaan, olah raga, profesi dll, semua tergarap dengan rapi. Seluruh pojok negeri mereka jelajahi, semua rumah mereka datangi. Menjaga basis massa tugas utama mereka, .

6. Perjuangan Panjang yang Melelahkan dan Butuh Konsentrasi Besar
Pergolakan di Mesir memakan waktu yang panjang, banyak energy bahkan nyawa yang terkorbankan. Berbulan bulan menjaga semangat pergerakan massa untuk bisa menurunkan rezim yang ada. Setelah rezim turun langsung dihadapkan dengan pesta demokrasi yang juga dilaksanakan dengan tahapan panjang, tiga tahap serta dilanjutkan dengan pemilihan presiden. Tentunya perjuangan politik ini sangatlah panjang dan melelahkan dan menyedot konsentrasi besar

About aviv

Pemerhati Sosial Politik Keagamaan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, H. Muhammad Afif Bizri, SHI, SH, M.Hum, lahir di Kandangan pada 12 Oktober 1981. Menimba ilmu sejak TK sampai MTsN di Kota Kandangan, lalu melanjutkan di Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Martapura lulus tahun 2000 lalu Kuliah S1 dan S2 di Malang, Jawa Timur. Sejak dari awal suka berkecimpung dalam dunia organisasi, semasa SD - MTsN aktif di OSIS dan Pramuka. Mengikuti Jambore Nasional (Jamnas) 1996 di Cibubur, Wakil Ketua OSIS ketika MTsN, dan pengurus inti di OSIS ketika dijenjang aliyah. Ketika Mahasiswa sempat aktif di beberapa organisasi seperti LDK, SKI, BEM Universitas, Senat, PAHAM dan KAMMI. Sekarang menjadi Abdi Negara dan Masyarakat di Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, berdomisili di Hulu Sungai Selatan, Kal Sel menikah dengan seorang perempuan bernama Mahmudach, S.ST. Bersama sama merajut tali kehidupan menuju Ridha Ilahy. Sekrang sudah dikarunia 4 orang anak, Muhammad Faiz Al Fatih, Muhammad Aqsha Ash Shiddiq, Muhammad Thoriq Az Ziyad dan Muhammad Hammas Al Izzat Lihat semua pos milik aviv

Tinggalkan komentar