Kisruh BBM : Kisruh Politik dan Tatanegara


Isu  Kenaikan BBM  banyak memberikan implikasi, baik itu politik, sosial,  maupun juga masalah  ketatanegaraan. Pasca paripurna di DPR RI dan suara PKS yang menolak kenaikan BBM bertolak belakang dengan suara koalisi. Sehinnga PKS dianngap berkhianat dan bergabung dengan oposisi. Dan masalah ini diperpanjang dengan efek adanya isu resufhle kabinet dan mungkin adanya perombakan koalisi (Demokrat merayu Gerindra dan Hanura tuk bergabung dengan Koalisi). Hal inilah yang semakin membuat carut marut ketatanegaraan kita.

Carut marutnya ketatanegaraan kita memang sudah menjadi pilihan negara kita. Kita menjadi negara yang mencoba-coba dan meramu sebuah sistem baru, yang merupakan gabungann sistem yang ada. Seperti kita menganut sistem presidensil namun juga dicampuradukkan dengan parlementer. Kita juga negara kesatuan, tapi juga mirip dengan federal (adanya otonomi dan desentralisasi). Di parlemen kita ada dua kamar (bicameral tidak monocameral lagi) karena ada yang namanya  DPD (yang di negara federal dikenal dengan yang namanya senat). Kita juga bukan negara sekuler tapi juga bukan negara agama. Kita bukan negara sosialis tapi juga tidak kapitalis banget. dan banyak lagi yang menunjukkan tentang negara kita yang tercinta.

Paling tidak dari kasus Kebijakan Kenaikan BBM  dan pasca Paripurna DPR RI  ada beberapa yang harus kita pelajari :

  1. Jenis kelamin sistem politik kita tak jelas. Sistem parlementarisme  tidak, presidensialisme juga tidak.Negeri kita menganut sistem politik kombinasi: gabungan antara parlementarisme (multipartai) dan presidensialisme.
  2. Istilah koalisi dan oposisi hanya ada dalam sistem parlementer dan penggabungan dua sistem ini menimbulkan sedikitnya dua problem. Pertama:  Terpisahnya pemilihan presiden dan parlemen memungkinkan terpilihnya seorang presiden yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas di Parlemen (minority government).  Kedua : Koalisi politik yang terbentuk sangat rapuh. Di satu pihak, partai koalisi harus loyal pada Presiden. Tapi dipihak lain, partai anggota koalisi dapat melakukan manuver di parlemen untuk membangun popularitas dan elektabilitasnya serta menyuarakan aspirasi pendukungnya.
  3. Di AS yang menganut sistem presidensial murni, kebijakan tertentu yang dikeluarkan pemerintah tak selalu mendapat sokongan partai koalisi. Sikap mereka terbelah. Jangan heran jika ada senator yang tidak mendukung kebijakan dari Presiden dari partainya. Dan para senator tersebut tak lantas disebut pengkhianat dan bermain dua kaki. Begitu pula dengan praktek koalisi di negara lainnya.
  4. Setidaknya dalam parlemen untuk semakin memperjelas jalur dan juga pola komunikasi harus ada pembatasan Fraksi hanya ada dua, yaitu Fraksi Pemerintah (koalisi / setgab) dan Fraksi Oposisi. Sehingga akan lebih jelas pola jalur kebijakan parlemen, yang secara tidak langsung memperkuat sistem ala parlementer.
  5. Sistem PARLEMENTER memiliki ciri umum : Dalam sistem parlementer fungsi kepala negara terpisah dengan kepala pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan adanya di parlemen. Maka, dalam sistem parlementer, obyek utama yang diperebutkan adalah parlemen. Yang menguasai parlemen adalah apabila bisa menguasai suara parlemen sekurang-kurangnya, 50% + 1 , agar partai pemenang bisa melaksanakan program-programnya (melalui dan berdasarkan undang-undang).Peran partai dominan, oleh karenanya sistem parlementer biasa disebut “Sistem Tradisi Partai Kuat”. (Bambang Cipto, 1996: 11). Proses Pembentukan Pemerintahan (melalui pemilu). Partai pemenang adalah yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilu. Apabila suara partai pemenang < 50% + 1, maka diperlukan koalisi. Istilah “koalisi” hanya dikenal dalam sistem parlementer!
  6. Maka pasca Paripurna kemarin dan pasca  Sikap PKS yang berbeda dengan koalisi semakin membuka tabir ketatanegaraan kita. Orientasi partai koalisi lainnya (PKB, PAN, PP, Golkar) sangat pragmatis. Meminjam istilah  Steven B. Wolinetz: pencari-jabatan (office-seeking). Orientasi  office seeking membuat perilaku partai lebih  pragmatis-jangka pendek terutama dalam mengejar posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.  Buat partai jenis tersebut, jabatan adalah segala-galanya. Kursi menteri adalah yang paling utama. Karena itu, mereka sangat tidak mungkin menolak kenaikan harga BBM karena takut kehilangan kursi menteri.
  7. Sangat kontras dengan PKS yang menurut saya memiliki orientasi policy seeking(pencari kebijakan). Bagi partai semacam ini, kebijakan memiliki makna strategis dan vital terutama jka menyangkut kepentingan rakyat. Karena itu, sangat mudah bagi mereka untuk menolak kenaikan harga BBM karena kebijakan tersebut berpotensi besar menyengsarakan kehidupan rakyat.
  8. Dan waktu-waktu sekarang, menurut saya bukan PKS yang terjepit dan galau, namun Demokrat lah yang galau. Apakah harus melepas PKS dengan konsekwensi akan tergantung kuat dengan dukungan Golkar, padahal Demokrat dan SBY jug mengetahui bahwa Golkar sering juga mbalelo, dan saya yakin juga kalau Demokrat tidak bisa 100% percaya dan mempertaruhkan segalanya kepada Golkar.
  9. Makanya adanya godaan dan tawarn kE Hanuara dan Gerindra menunjukkan kegalauan Demokrat melepas PKS, yang secara tidak langsung menunjukkan ketidapercayaan Demokrat ke Golkar.
  10. Dan sekarang juga bersambut dengan adanya isu interplasi ke Dahlan Iskan tentang kebijakan Dahlan dalam pengelolaan BUMN. Yang mana para pengusul hak interplasi ini adalah mayoritas dari fraksi golkar.
  11. Golkar dan Demokrat (Pemerintah / Dahlan IskaN) saling gantian “cubit”.
  12. Dahlan Iskan dengan kebijakannya yang mencoba memotong birokrasi BUMN (yang katanya menyalahi UU dan peraturan yang lainnya) telah sedikit mengganggu salah satu mesin ATM / Uang salah satu partai (meminjam istilahnya Ruhut Sitompul / Demokrat ketika diwawancarai di TV One)
  13. Efek pasca Paripurna kenaikan BBM ini akan berdampak panjang pada politik dan sosial serta ketatanegaraan kita. Kita lihat saja epesode berikutnya . .

 

———————

About aviv

Pemerhati Sosial Politik Keagamaan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, H. Muhammad Afif Bizri, SHI, SH, M.Hum, lahir di Kandangan pada 12 Oktober 1981. Menimba ilmu sejak TK sampai MTsN di Kota Kandangan, lalu melanjutkan di Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Martapura lulus tahun 2000 lalu Kuliah S1 dan S2 di Malang, Jawa Timur. Sejak dari awal suka berkecimpung dalam dunia organisasi, semasa SD - MTsN aktif di OSIS dan Pramuka. Mengikuti Jambore Nasional (Jamnas) 1996 di Cibubur, Wakil Ketua OSIS ketika MTsN, dan pengurus inti di OSIS ketika dijenjang aliyah. Ketika Mahasiswa sempat aktif di beberapa organisasi seperti LDK, SKI, BEM Universitas, Senat, PAHAM dan KAMMI. Sekarang menjadi Abdi Negara dan Masyarakat di Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, berdomisili di Hulu Sungai Selatan, Kal Sel menikah dengan seorang perempuan bernama Mahmudach, S.ST. Bersama sama merajut tali kehidupan menuju Ridha Ilahy. Sekrang sudah dikarunia 4 orang anak, Muhammad Faiz Al Fatih, Muhammad Aqsha Ash Shiddiq, Muhammad Thoriq Az Ziyad dan Muhammad Hammas Al Izzat Lihat semua pos milik aviv

Tinggalkan komentar