Banyak kampus yang setiap tahunnya, bahkan setiap enam bulannya yang mengeluarkan Sarjana Pendidikan, Sarjana yang nantinya mungkin banyak menjadi guru di setiap level pendidikan di Indonesia, dan bahkan mungkin menjadi Dosen di Perguruan Tinggi. Guru menjadi ujung tombak dalam proses pendidikan karakter bangsa ini. Walaupun sebenarnya saya yakin guru tak akan sanggup memikul beban ini, karena itulah beban ini juga harus dipikul seluruh eleman masyarakat lebih khusus Orang Tua. Pihak Sekolah dan Orang Tua harus memilki kesamaan konsep dan kerjasama dalam mendidik karakter anak tunas bangsa.
Kita perlu menyadari bahwa pendidikan karakter ini bukan hanya masalah pelajar (remaja), tapi juga masalah orang dewasa, sehingga seharusnya pendidikan karakter ini bukan hanya di sekolah untuk pelajar tapi juga di rumah, di masyarakat luas dan untuk seluruh umat manusia.
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter).
Dan bahkan Menurut Thomas Lickona (1992), tanda-tanda kehancuran suatu bangsa antara lain:
Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, Ketidak jujuran yang membudaya, Semakin rendah rasa tidak hormat kepada kedua orang tua, guru dan figure pemimpin, Meningkatnya kecurigaan dan kebencian, Penggunaan bahasa yang memburuk, Penurunan etos kerja, Menurunnya rasa tanggung-jawab individu dan warga Negara, Meningginya perilaku merusak diri dan Semakin kaburnya pedoman moral.
Kalau boleh saya mengambil kesimpulan dari dua statement luar biasa di atas, maka Indonesia sedang menghadapi sebuah dilema dalam dunia Pendidikan. Karena ditengah beberapa prestasi Nasional dan bahkan dunia (olimpiade) dari beberapa Siswa-Siswi Indonesia kita juga tengah menghadapi msalah besar dan berat, yaitu masalah karakter. Paling tidak karakter yang saya maksud adalah apa yang diungkapkan oleh Thomas Lickona di atas.
Prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh siswa-siswi berprestasi Indonesia memang sangat membanggakan dan harus diberikan apresiasi besar, namun dilain pihak prestasi ini juga menunjukkan bagaimana adanya kesenjangan pendidikan, kesenjangan peluang untuk dapat berprestasi, karena prestasi yang ada hanya beberapa nol persen dari sekian banyak siswa di Indonesia. Ditambah lagi dengan persoalan karakter dan degradasi moral siswa dan bangsa.
Dan sekali lagi permasalahan karakter ini bukan hanya masalah pelajar tapi juga menjadi permasalahan bangsa secara keseluruhan, karena bukan hanya pelajar yang kehilangan karakter, tapi juga banyak orang-orang dewasa, bahkan orang-orang yang kita katakana sebagai pemimpin.
Fakta-fakta menyedihkan itu :
Beberapa hasil penelitian dan survey berikut mungkin akan membuat dahi kita berkerut:
- 90% anak usia 8-16 tahun telah buka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Warung Internet Indonesia, Irwin Day. 25 Juli 2008. Media Indonesia)
- Herien Puspitasari (Disertasi Doktor IPB), mempublikasikan hasil penelitiannya di Kompas Cyber Media 18/05/2006). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada tahun 2002-2003, dengan menggunakan responden sejumlah 667 siswa (550 siswa Sekolah Negeri & 117 siswa Sekolah Swasta), 540 putra dan 127 putri, semuanya berasal dari siswa kelas 2 SMA dan SMK di Bogor. Mendapatkan hasil yang mencengangkan: Dari 667 responden tersebut, tidak kurang 10 persen para responden sudah melakukan hubungan seks bebas!
- Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak .
- Tentunya masih banyak data dan fakta lain yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas cukup mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini.
- Pendidikan Karakter adalah Pendidikan ntuk seluruh penduduk Indonesia” Coba kita lihat faktanya : 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI, Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM, dan banyak yang lainnya.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
Bangsa ini harus melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan.
Dari sinilah Indonesia akan membangun …
Tinggalkan komentar