Catatan dari Gua Hira


Gua Hira tempat Rasulullah SAW menerima wahyu pertama, tempat dimana Beliau bertemu dengan Malaikat Jibril, tentu menjadi tempat yang bersejarah dan patut kita kunjungi ketika berada di Mekkah baik ketika Umrah ataupun Haji. Berkunjung untuk menapaktilasi perjuangan Rasulullah SAW dan dan juga istri Beliau, Khadijah.

Pada tahun 2007 ketika umrah dan merupakan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di tanah haram, rombongan umrah sempat mampir di kaki Jabal Nur, yang mana di puncaknya itulah ada Gua Hira. Tapi sayang karena waktu yang rada mepet, akhirnya saya harus mengurungkan niat besar saya untuk bisa sampai ke Gua Hira.

Alhamdulillah dengan pertolongan Allah SWT pada tahun 2012 saya dipanggil lagi ke Tanah Haram untuk menunaikan Ibadah Haji. Waktu yang lebih panjang dari pada umrah tentunya saya gunakan dengan maksimal untuk bisa menjelajah tanah yang penuh berkah. Dan salah satunya adalah pergi ke Gua Hira.

Dipagi hasi setelah shalat subuh dan sarapan saya langsung bergegas keluar hotel dan mencari taksi. Karena tidak ada kawan yang mau ikut, karena alasan kelelahan, maka sejak malam saya sudah putuskan akan pergi sendiri ke Gua Hira. Dengan bermodalkan percakapan Bahasa Arab seadanya, uang sekitar 50 riyal, korma, coklat dan minuman ringan seadanya saya putuskan akan berangkat setelah subuh.

Ehh ternyata lama juga cari makan, dan persiapan berangkatnya, dan baru jam 06.30 pagi baru saya bisa naik taksi Ujrah (taksi Blue Bird-nya Mekkah), saya naik taksi dari Hotel di Daerah Bakhutmah (Salah satu daerah pemukiman haji yang paling jauh dari Masjidil Haram – sekitar 3 km).

Sekitar lima belas menit saya sudah sampai di kaki Jabal Nur, dan saya tanya si Saiq (sopir),  Kam ?  (Berapa?)  Isyruun ! (Dua Puluh) katanya. Tanpa menawar langsung saja saya kasih karena memang stnadarnya gitu, ini taksi biasanya jenis Toyota Altis. Kalau kita berangkat rada banyak tentunya akan lebih murah.

Sekitar jam 06.48 saya langsung bergegas menapaki jalan menanjak  dan terus semakin menanjak, saya pikir harus cepat ke atas biar tidak kesiangan, karena ada yang ngomong kalau naik sekitar 4 jam baru nyampe puncak.

Dikaki gunung ternyata banyak orang lagi turun, ternyata banyak juga jama’ah haji yang naik ke puncak di waktu malam atau subuh, sehingga  lebih adem. Tapi juga tak sedikit yang seperti saya yang mendaki di waktu pagi.

_MG_0583

Di awal perjalanan kita akan menanjak di jalan aspal yang merupakan jalan kecil tempat pemukiman warga setempat. Setelah itu baru kita masuk pada jalan kecil  berupa tangga  dan jalan yang sudah di cot beton, dan dibeberapa ruas dan sisi juga dilengkapi dengan pagar pengaman.

Dalam perjalanan mendaki banyak hal yang saya temui, seperti banyaknya sejenis halte tempat istirahat (jumlahnya hampir mencapai 20 an – dari awal mendaki sampai puncak). Saya juga banyak menemui kucing dan juga burung, kurang tau juga asalnya dari mana, kok bisa ada kucing disana padahal itu kan gunung batu.

Yang sangat disayangkan adalah banyaknya sampah yang berserakan dipinggir. Banyaknya tempat sampah yang disediakan tidak mencukupi jumlah sampah yang ada. Mungkin karena sirkulasi yang kurang lancar, kan seharusnya ada petugas khusus yang mengngkut sampah itu, apalagi jutaan manusia kumpul ketika Haji.

_MG_0586

_MG_0588

_MG_0591

_MG_0592

_MG_0598

_MG_0594

_MG_0596

_MG_0600

_MG_0601

Tengah perjalanan juga banyak para penjual makan dan minuman, apalagi ketika kita sudah sampai dipuncak.  Tapi juga banyak juga yang meminta-minta di tengah perjalanan, ada yang cacat ada juga yang sukarela memperbaiki semen yang rusak.

Banyak pelajaran yang saya dapatkan ketika ke Gua Hira, lebih khusus untuk para ummahat (Ibu-Ibu) karena banyak juga ibu-ibu yang mendaki ke atas, dan tentu dengan penuh perjuangan. Karena pendakian ke Gua Hira sebenarnya tidaklah jauh, namun memiliki kecuraman yang tinggi. Sehingga banyak para ummahat dan juga bapa2 tua yang harus berjalan dari langkah ke langkah (satu langkah istirahat, melngkah lagi, istirahat lagi dst) bahkan ada ummahat  yang jalan sambil merangkak, karena sudah terlalu berat kakinya untuk berdiri dan menahan berat badan sambil mendaki.

Tentunya ini pelajaran besar, bagaimana dulu Ummul Mukminin Kadhijah, Istri Rasulullah SAW salalu mendaki ini gunung ini untuk mengantarkan kebutuhan rasulullah selama berkhalwat di Gua Hira. dan tentu dengan jalan yang lebih berat dari sekarang, dan beliau berjalan mulai dari Masjidil Haram.

Alhamdulillah saya sudah mencapai puncak Jabal Nur  sekitar jam 07.30 pagi, jadi tidak sampai 1 jam. Karena memang saya kebut dan hampir tidak ada istirahat sambil duduk,  hanya sekedar berhenti dan berdiri sambil menghela napas.

Ketika sampai di puncak kita akan banyak menemui para tukang foto yang menyediakan jasa foto langsung jadi sekaligus dengan fasilitas background serta baju dan pakaian arab+surban. Di puncak ini juga kita bisa istirahat beli, minuman hangat, dan bahkan ada mie rebus ala Indonesia (IndoMie).

Tapi bukan berarti ketika kita sudah sampai puncak kita sudah sampai Gua Hira. Karena sebenarnya Gua Hira berada sedikit di bawah puncak, dibalik tebing sebelahnya. Sehingga ketika kita sampai puncak maka kita harus turun sedikit ke bawah melalui jalan kecil curam (namun sudah  berbagar besi, jadi lebih aman)

_MG_0593

_MG_0606

_MG_0607

_MG_0610

Ketika  kita mulai menapaki jalan turun menuju Gua, maka dari atas kita bisa melihat Gua Hira.  Pada waktu itu (karena musim Haji)  di depan pintu Gua Hira berjejal orang yang mau shalat sunnah di dalam Gua. Pemandangan yang menakjubkan, karena sdikit dari gua hira adalah jurang curam.

Setelah menapaki jalan turun untuk menuju Gua Hira kita akan memasuki beberapa celah batu rada sempit yang akan menuju ke Gua Hira (di batu tersebut bertuliskan pentunjuk arah dan tanda panah dengan tulisan “Babul Gharr” Pintu Gua)

Sebelum masuk celah saya baru ingat kalo wudhu saya batal, dan saya juga ada niat untuk shalat sunnah (saya niatkan dhuha, karena waktu itu waktu dhuha) di dalam gua hira. Maka dengan terpaksa satu botol minuman kemasan yang menjadi bekal saya dijadikan air untu wudhu.

Setelah melalui beberapa celah  kita akan sampai di depan pintu Gua Hira.

_MG_0608

_MG_0609

_MG_0612

_MG_0613

Ketika saya sampai di depan Gua Hira, suasana penuh sesak dan rada ribut, kebanyakan muslim waktu itu adalah dari  pakistan, bangladesh, yaman, malaisya dan Indonesia.

Orang-orang pada antre dan berdesakan untuk bisa masuk ke gua, dan shalat dua rakaat. Dan setelah satu jam antri baru saya bisa masuk  ke dalam.

Di depan Pintu Gua tertulis kaligrafi Ayat Al Quran Pertama yang diturunkan kepada Rasulullah di Gua Hira, yaitu Surah Al Alaq ayat 1 – 5.

Di dalam Gua Hira tidaklah terlalu luas, cuma cukup untuk dua orang shalat berjamaah, Ada dua sajadah yang terhampar untuk orang shalat. Yang disebelah kanan terkesan rada sesak. Karena dinding atas gua terlalu rendah dan bisa kena kepala, sehingga hanya bisa shalat sambil duduk.

Dan kebetulan saya antri di sebelah kanan dan akhirnya setelah masuk hanya bisa shalat dengan keadaan duduk.  Dari dalam Gua terlihat sedikit celah (saya lihat ada dua celah) yang dari celah itu terlihat Masjidil Haram.

Satu Celah dari dalam Gua Hira

Satu Celah dari dalam Gua Hira

_MG_0639

Setelah selesai shalat dan berdoa, sama seperti mau masuk ke Gua, ke luarnya juga susah, karena jalan nya cuma satu yaitu melawan antrian yang ada di belakang. Sehinnga tak sedikit yang mencari jalan mudah dengan mundur sedkit keluar gua lalu naik ke atas  malaui pinggiran jurang yang terjal. Untuk naik ke atas ini, kadang kita bantuan teman untuk dapat melawati batu yang besar dan naik.

Sebuah perjalanan yang tak sia-sia.

_MG_0620

_MG_0625

_MG_0626

Setelah dari Gua Hira, sekitar jam 09.05 saya memutuskan untuk langsung turun, sambil makan korma dan butiran coklat ala arab. Tidak seperti naik yang mencapai satu jam. Akhirnya Alhamdulillah hanya sekitar 25 menit saya sudah mencapai kaki bukit. Dan memasuki jalan beraspal, tempat pemukiman warga, dan disana juga banyak yang jualan cinderamata serta makanan minuman.

Disebelah belokan jalan saya dikejutkan dengan teriakan bapa tua disamping sebuah  mobil tua, ” Haram . . Haram . . Haram” katanya. Dan tentu saya mengerti bahwa bapa itu seorang sopir yang lagi cari penumpang ke masjidil Haram. Dan saya lihat sudah ada beberapa penumpang yang sudah masuk mobil, dan akhirnya dengan modal yang lebih murah (5 riyal) saya akhirnya sampai di Masjidil Haram sekitar jam 09.41 pagi.

Semoga ada kesempatan lagi berkunjung ke Tanah Suci.

_MG_0650

About aviv

Pemerhati Sosial Politik Keagamaan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, H. Muhammad Afif Bizri, SHI, SH, M.Hum, lahir di Kandangan pada 12 Oktober 1981. Menimba ilmu sejak TK sampai MTsN di Kota Kandangan, lalu melanjutkan di Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Martapura lulus tahun 2000 lalu Kuliah S1 dan S2 di Malang, Jawa Timur. Sejak dari awal suka berkecimpung dalam dunia organisasi, semasa SD - MTsN aktif di OSIS dan Pramuka. Mengikuti Jambore Nasional (Jamnas) 1996 di Cibubur, Wakil Ketua OSIS ketika MTsN, dan pengurus inti di OSIS ketika dijenjang aliyah. Ketika Mahasiswa sempat aktif di beberapa organisasi seperti LDK, SKI, BEM Universitas, Senat, PAHAM dan KAMMI. Sekarang menjadi Abdi Negara dan Masyarakat di Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, berdomisili di Hulu Sungai Selatan, Kal Sel menikah dengan seorang perempuan bernama Mahmudach, S.ST. Bersama sama merajut tali kehidupan menuju Ridha Ilahy. Sekrang sudah dikarunia 4 orang anak, Muhammad Faiz Al Fatih, Muhammad Aqsha Ash Shiddiq, Muhammad Thoriq Az Ziyad dan Muhammad Hammas Al Izzat Lihat semua pos milik aviv

2 responses to “Catatan dari Gua Hira

Tinggalkan komentar