Ketika mampir ke Puskesmas Kandangan saya bertemu dengan nenek penjual opak ini. Setiap kali saya bertemu dengan orang yang sudah lanjut usia namun masih semangat untuk mencari nafkah, maka terasa terenyuh dan sekaligus mandapatkan suntikan motivasi baru.
Melihat wajah nenek yang sumringah dan dibalut dengan senyum seraya saya bertanya “barapaan opaknya ni ?” jar nenek “saribu sabuting”. “Ulun nukar sapuluh ni ae, tapi bungkus lima-lima” lanjutku.
Ternyata nenenk ini berasal dari Patigan, Amawang, Kec, Kandangan, Kab. HSS. Kal Sel. Ujar si nenek setiap harinya beliau mampu membawa opak sebanyak 200 opak, yang disusun dengan rapi dalam plastik besar dan diletakkan dibelakang sepeda ontel beliau. Jar belaiu cuma anaknya yang bisa menyususn opak dengan rapi sehingga bisa mencapai jumlah 200 an.
Yang saya suka dari opak kandangan adalah renyah dan rasa manis gula merahnya, dan ini yang menjadi memorial di masa masih anak-anak.
Yang harus kita ambil dari cuplikan ini adalah Semangat Mencari Nafkah.
Tulisan ini serupa dengan tulisan saya sebelumnya dalam blog ini : Bekerja Untuk Lelah, Pengemis, dan Penjual Es Cream Banjar Baru,Hikmah dari Gulali Janggut , dan Perjuangan Kai Ingut, Umur Bukan Masalah dan Koran Rumah Sakit
———————————————–
Opak dalah salah satu cemilan populer di kalangan masyarakat. Walaupun tidak sepopuler dodol, lamang, wajik dll. Dengan bahan utama berupa tepung beras, opak mengandung banyak karbohidrat. Opak bisa dikategorikan sebagai ‘kerupuk’. Namun, pembuatannya berbeda dengan kerupuk pada umumnya.
Jika kerupuk biasa dimatangkan dengan cara digoreng, opak dimasak dengan dibakar. Adonan opak yang berupa campuran tepung beras dengan gula dan garam dibentuk lingkaran dengan ukuran tertentu. Selanjutnya, adonan diselipkan pada sebilah bambu dan didekatkan ke hawu (tungku dari tanah liat/semen) sehingga adonan menjadi mekar.
Dan setelah itu dilelehkan dengan gula merah panas yang sudah dicairkan
Tinggalkan komentar